Senin, 18 April 2011

Selayang Pandang Si Pulau Pandang!

Pulau Pandang? Lucu ya namanya? Pulau apa itu? Penuh pertanyaan sang hati kecil ketika akan diajak ber-adventure ke sana. Oya, Pulau Pandang merupakan salah satu pulau terluar yang berada di perairan Sumatera Utara. Bergerak ke sana kita haru melalui Selat Malaka. 12 Juni 2010 lalu, penulis featuring Green Family Adventures (GFA) berpetualang bersama. Tak diduga betapa seru ke sana! Yes, inilah selayang pandang (baca: sepintas lalu) si Pulau Pandang! Pulau ini dijaga oleh Departemen Perhubungan. Petugas navigasi sebutan bagi mereka. Luas Pulau Pandang sekitar 8 Hektar nun jauh di Desa Bogak, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara.
Dari awal janjian pukul 11.00 kumpul di depan Plaza Yang Lim yang berada dibilangan jalan Emas, Medan. Lalu, niat sejurus kemudian meluncur. Eh, ternyata harus menunggu berapa jam lagi baru dapat meluncur. Seperti biasa banyak yang ngaret (baca: datang terlambat). Baru saat waktu menunjukkan sekitar pukul 13.00 lewat. Rombongan on the way (baca: gerak) menuju Batubara, menempuh waktu perjalanan hingga empat jam lebih.
Pukul 17.30 sore sampailah penulis di kabupaten Batubara, tepatnya di pelabuhan Tanjung Tiram. Sekaligus tempat untuk menyeberang ke Pulau Pandang. Pendek kata, disewalah kapal nelayan untuk membawa seluruh rombongan. Kurang lebih 20 orangan. Otomatis kapal yang disewa harus dua. Saat itu sayang sekali kapal besar lagi tak cari sewa. Kalau ada, lebih baik naik kapal besar, dibanding kapal kecil nelayan. Ya, kita bisa hitam legam. Ha-ha-ha. Harus siapin jacket ataupun sweater untuk terlindungi dari sengatan matahari. Ongkos nyebrang biala naik kapal kecil mencapai Rp 600.000-Rp 900.000. Lain dengan sewa kapal besar kisaran harga seawanya Rp 2000.000.
Dua Jam Lebih
Kira-kira hingga dua setengah jam perjalanan melewati Selat Malaka. “Dua jam setengah kita ke Pulau Pandang,” bisik nelayan yang membawa rombongan. Sontak, langit sudah gelap, eh nggak diduga pukul 20.00 malam tiba. Meski desing mesin kapal tetap setia menemani rombongan. Namun rombongan belum dapat mendarat ke bibir pantai. Karena air surut, mau tak mau harus menunggu hingga dua jam-an lebih hingga air pasang kembali. Tentu terombang-ambing rombongan di lautan seraya mencoba peruntungan dengan memancing. Lama ditunggu, jam pukul 23.00 air pasang, sampai jugalah ke darat. Ya, Pulau Pandang: I’m Coming.
Sebutan Pulau Pandang agak asing didengar oleh penduduk sekitar. Bahkan akan bengong sembari bertanya: apa ada Pulau Pandang? Kamu tanya pulau apa nak? Penulis pun setengah bingung mendengar jawaban salah satu nelayan di Tanjung Tiram itu. Lain hal, bila kita bilang: Pulau Pandan lho pak? Oh, Pandan…dua setengah jam nyebrang ke pulau itu, dari pelabuhan sini (maksudanya Tanjung Tiram). Ucap lugas sang nelayan dengan memamerkan senyum cengar-cengir agak cool-nya. He-he-he…Maklum, orang tua.
Kenapa Pulau Pandang kurang famous (baca: terkenal) oleh penduduk sekitar? Ya, karena yang mengetahui pulau itu hampir rata-rata nelayan yang memancing ke laut, kelompok pecinta alam, dan penyuka mancing saja. Penduduk masih sering memilih Pantai Bunga maupun Perjuangan sebagai tempat rekreasi. Dan itu tidak terlalu jauh dari pelabuhan Tanjung Tiram.
Berbagi informasi: jangan lupa bawa stok Rokok bagi kaum pria yang demen merokok. Karena bakalan “asam” banget tidak bisa merokok seharian. Kalau tidak siapin stok rokok. “Saya, kalau ada yang datang ke pulau ini, harap banget pengunjung bawa rokok. Soalnya nggak setiap hari nelayan datang ke sini. Jadi kalau nggak ada rokok. Asem kali bah!” curhat Pak Zul, petugas Navigasi berumur hampir setengah abad. Tentu peralatan P3K plus obat-obatan, sunblock, lotion antinyamuk, peralatan mandi, pakaian kudu (baca: harus) dibawa. Plus uang sesuai kebutuhan saat berkunjung. Tidak perlu memakai perhiasan berlebihan bagi kaum wanita. Biar safety ber-adventure-nya!
Panoraman Pulau Pandang
Hmm… bagaimana jika bicara kemolekan nan keindahan panorama rupa alamnya? Nggak kalah prikitiw-lah! Tampak, dari pasir putih yang halus, banyak batu-batu besar yang menjorok di tengah pantai. Dan ikan kecil yang “bermain” di antara bebatuan kecil. Bahkan karang-karang muda mulai tumbuh di dasar laut. Seru untuk pecinta snorkeling.
Lalu, diapit oleh dua pulau yaitu Pulau Berhala dan Pulau Salah Nama. Untuk Pulau Berhala dijaga oleh anggota TNI, sedangkan Pulau Salah Nama. Pulau tak bertuan, namun bermecusuar.
Walau bukan tujuan Wisata sejatinya. Namun banyak mengunjungi Pulau Pandang. “Pulau ini bukan tempat pariwisata, tapi banyak juga yang mengunjungi untuk santai serta menikmati suasana panorama alamnya,” ungkap Suherwan (45), Ayah beranak tiga ini. Sekaligus ia menjabat Kepala Instalasi Mercusuar Pulau Pandang. Di sini, banyak juga pemancing untuk mampir. “Asyik memancing di sekitar kawasan Pulau Pandang. Ada ikan talang, kerapu, bahkan cumi,” tambahnya. Saat di Pulau ini rombongan GFA tak mau ketinggalan mencoba diving dan snorkeling. Tak muluk-muluk besar juga potensi wisata di pulau ini.
Yang Unik di Pulau Pandang
Oya guys, Departemen Perhubungan Distrik Navigasi yang menjaga Pulau ini, mereka berjumlah 5 orang penjaga navigasi plus disediakan pula rumah tinggal bagi penjaga plus lengkap dengan toilet. Petugas navigasi mulai masuk menjaga sejak tahun 1977, sekaligus disyahkan melalui Daftar Suar Indonesia (DSI) PETA Internasional. Adanya Mercusuar menengarai batas wilayah negara. Khusunya jalur laut. Dan sebagai lalu lintas para pelaut. Berhati-hati akan batu karang.
Tak lupa, ada balai tempat untuk berteduh. Cocok banget yang mau sekedar golek-golek (baca: tidur-tiduran) malas, sehingga kita terlindung dari sengatan matahari. Bukan hanya itu, Puluhan pohon kelapa, mangga, ada jambu tumbuh di sekitarnya.
Namun saat penulis datang. Sayang seribu sayang buah-buahan tadi belum berbuah. Nah, seru bukan berpetualangan ke sini? Satu lagi nih, hal unik yang ada di Pulau Pandang. Hewan bernama kucing banyak banget! Jumlah populasi mereka mengalahkan penjaga navigasi. Ha-ha-ha. Usut punya usut cerita kucing tersebut peliharaan para penjaga navigasi yang lawas kala menjaga Pulau Pandang penuh tanggung jawab.
Kata seorang penjaga navigasi, terdapat sebuah batu alam besar yang terbelah dua yang dianggap keramat untuk tempat sembahyang dan berdoa orang Tiong Hoa dan Jawa. Namun, saat disambangi penulis, batu alam besar dibilang tadi sudah tertutup rimbunan dahan pohon. Oya, terkadang entah berapa bulan sekali ada saja pengusaha yang ingin ber-woles (baca: santai) di Pulau Pandang. Usut punya usut kadang suka menyumbang untuk membangun fasilitas seperti tempat duduk dan balai-balai yang dinikmati bila berkunjung ke sana.
Kita pun dapat melakukan Snorkeling, hunting foto, diving. Berolahraga pun bisa. Kita bisa menaiki bukit menuju Mercusuar berada. Bagi yang jarang olahraga, lelah juga perjalanan ke Mercusuar. Namun sayang kalau hanya sekedar bermain air di pantai. Kalau nggak jalan-jalan ke Mercusuar. Karena kita dapat memotret sekitar pulau. Dari puncak di atas Mercusuar semuanya tampak. Kita pun dapat membidik angle keseluruhan pulau. Kala memotret bila memabawa DSLR.
Dengar-dengar cerita penduduk sekitar, nama Pulau Pandang diambil dari kisah seorang raja dari Sumatera Barat yang sempat menguasai pulau ini dahulu kala. “Ini hanya sekedar mitos yang dibicarakan di kalangan masyarakat sini,” ujar Suherwan (45). Kebenarannya? “Ya, belum tentu bisa kita anggukan kepala untuk ucapkan iya,” tambah Ayah beranak tiga ini.
Namun, jika ditautkan sedikit demi sedikit ada kemiripan nama wilayah di dekat kawasan Batubara. Misal aja, nama kawasan Limapuluh. Di Sumatera Barat, ada juga lho nama daerah Lima Puluh. Tepatnya Lima Puluh Kota. Percaya nggak percaya deh? He-he-he.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar